Detail Cantuman

RINGKASAN
Latar Belakang: Sarkopenia (2016) termasuk dalam penyakit ICD-10 sebagai diagnosis sarkopenia di bidang kedokteran klinis dan penyakit dengan karakteristik unik. Seiring perkembangan penelitian di Asia, AWGS (2019) menetapkan bahwa kejadian sarkopenia dapat dilihat berdasarkan penurunan kekuatan otot yang terjadi dengan bertambahnya usia. Kekuatan genggaman tangan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan otot. Beberapa penelitian menyatakan Hand Grip Strength (HGS) sebagai alat skrining yang dapat memprediksi risiko penurunan mobilitas pada lansia. Proses penuaan (aging) menjadi faktor risiko terjadinya diabetes, glukosa intoleran dan resistensi insulin, sehingga dapat memperburuk komplikasi, morbiditas, sindroma geriatri, dan kelemahan pada lansia. Prevalensi sarkopenia pada lansia dengan DMT2 sekitar 15,7-29,3%. Oleh karena itu, mempertahankan status gizi dan kapasitas fungsional yang optimal dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dengan diabetes mellitus tipe 2. Asupan protein yang tepat dan status tinggal lansia dapat menghambat terjadinya sarkopenia. Penelitian menyatakan lansia yang tinggal sendiri mempunyai risiko terjadinya sarkopenia lebih tinggi dibandingkan tinggal bersama keluarga.
Tujuan Penelitian: Menganalisis gambaran sarkopenia pada lansia dengan Diabetes Mellitus Type 2 (massa otot, kekuatan otot, asupan protein, aktivitas fisik, dan status tinggal) di wilayah Puskesmas Air Itam Kota Pangkalpinang.
Metode: Penelitian kuantitatif observasional dengan rancangan cross sectional. Variabel yang diamati adalah variabel independen (asupan protein, aktivitas fisik, dan status tinggal) dan variabel dependen (massa otot dan kekuatan otot). Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Air Itam Kota pada tahun 2023. Sampel penelitian adalah lansia di wilayah Puskesmas Air Itam Kota Pangkalpinang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 90 orang. Penentuan jumlah sampel secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan meliputi kuesioner untuk identitas, karakteristik dan status tinggal, BIA untuk menilai massa otot; HGS untuk menilai kekuatan otot, GPAQ untuk aktivitas fisik; dan form Food Recall 1x24 jam dan SQ-FFQ untuk mengetahui asupan makanan sumber protein.
Hasil: Rata-rata kekuatan otot lansia dengan Diabetes Mellitus Type 2 di wilayah Puskesmas Air Itam Kota Pangkalpinang dalam kategori rendah sebesar 58,9% (53 orang). Hal ini berarti responden telah terdiagnosis mengalami “kemungkinan sarkopenia”, walaupun indeks massa ototnya dalam kategori baik untuk semua responden (100%). Rata-rata asupan sumber energi lansia dalam satu hari sebesar 981 kkal, protein 38 g, lemak 19 g, dan karbohidrat 149 g. Tingkat aktivitas fisik lansia dengan DMT2 dalam kategori rendah dan kurang aktif, dengan aktivitas sedentary masing-masing sebesar 67,8% (61 orang). Lansia umumnya tinggal bersama dengan keluarga sebesar 93,3% dan 6,7% tinggal secara mandiri.
Kesimpulan: Berdasarkan kekuatan otot lansia dengan DMT2 di wilayah Puskesmas Air Itam Kota Pangkalpinang sebesar 58,9% (53 orang) telah terdiagnosis mengalami “kemungkinan sarcopenia”.
Kata Kunci: asupan protein; aktivitas fisik; kekuatan otot; massa otot; status tinggal